(Ber)kelana

 

 

Berkelana tidak hanya telah membawaku ke tempat-tempat yang spektakuler sehingga aku terpaku, tak pula hanya memberiku tantangan ganas yang menghadapanku pada keputusan hitam putih, sehingga aku memahami manusia seperti apa aku ini. Pengembaraan ternyata memiliki paru-parunya sendiri, yang dipompa oleh kemampuan menghitung setiap resiko, berpikir tiga langkah ke depan sebelum langkah pertama diambil, integritas yang tak dapat ditawar-tawar dlam keadaan apapun, toleransi, dan daya tahan. Semua itu lebih dari cukup untuk mengubah mentalitas manusia yang paling bebal sekalipun. Para sufi dan mahasiswa filsafat barangkali melihatnya sebagai hikmah komunikasi transendental dengan Sang Maha Pencipta melalui pencarian jati diri sendiri dengan menerobos sekat-sekat agama dan budaya. Aku dan Arai menyebutnya sebagai: itulah akibatnya kalau berani-berani bepergian sebagai pengamen!

-Edensor, 2013